Oleh: Susi Rio Panjaitan
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan Pasal 1 Angka (1) tertulis: “Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiona tabacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.” Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya kesehatan bagi individu maupun masyarakat. Kementerian Kesehatan dalam lamannya mengatakan bahwa rokok berdampak buruk perokok aktif maupun perokok pasif. Kemenkes menjelaskan, selain penyakit kanker, terdapat beberapa dampak buruk lainnya yang mungkin terjadi kepada para perokok aktif maupun pasif, antara lain: penyakit paru-paru kronis, merusak gigi dan menyebabkan bau mulut, menyebabkan stroke dan serangan jantung, tulang mudah patah, gangguan pada mata (salah satunya katarak), menyebabkan kanker leher rahim dan keguguran, dan menyebabkan kerontokan rambut https://ayosehat.kemkes.go.id/dampak-buruk-rokok-bagi-perokok-aktif-dan-pasif).
Sementara itu, dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) dikatakan: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 tertulis: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Melalui Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang tertulis dalam Pasal 4, Negara menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Selain itu, Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) Tahun 1989 di New York, Amerika Serikat, pada tanggal 26 Januari 1990, melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The Child (Konvensi tentang Hak-hak Anak). Jadi, jelas terlihat bahwa Indonesia menjunjung tinggi hak-hak anak atas hidup dan kehidupan yang baik demi kepentingan terbaik anak. Itulah sebabnya, Negara melalui peraturan perundang-undangan mewajibkan atau mengharuskan lingkungan anak bebas dari asap rokok.
Dalam Pasal 151 Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan tertulis:
Kawasan tanpa rokok terdiri atas:
- Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
- Tempat proses belajar mengajar;
- Tempat anak bermain;
- Tempat ibadah;
- Angkutan umum;
- Tempat kerja; dan
- Tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
Selanjutnya, dalam ayat (2) dari pasal tersebut dinyatkan bahwa Pemerintah Daerah wajib menetapkan dan mengimplementasikan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Dilihat dari tempat-tempat yang tertulis dalam pasal ini, dapat disimpulkan bahwa tempat-tempat tersebut adalah lingkungan anak. Artinya, di tempat-tempat itu bisa dipastikan ada anak-anak. Di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, teman anak bermain, tempat ibadah, dan angkutan umum sudah pasti ada anak-anak. Bahkan, di tempat kerja dan tempat umum lainnya (misalnya terminal, pasar, pertokoan, dan lain-lain) juga sudah pasti ada anak-anak. Tidak heran jika di tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan, Negara mewajibkan pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab untuk menyediakan tempat khusus untuk merokok, sebagaimana tertulis dalam ayat (3). Ini guna memenuhi dan melindungi hak sehat individu, termasuk anak-anak. Dikaitkan dengan “Ramah Anak” (Child-Friendly), salah satu indikator sekolah, rumah ibadah, kota, desa, kampung atau lingkungan “Ramah Anak” adalah bebas asap rokok. Jadi, stop merokok di lingkungan anak! (SRP)
